CUKUPLAH KEMATIAN MENJADI NASEHAT
oleh : Ustadz Mujahid Aslam
[1] Mengingat kematian adalah termasuk ibadah tersendiri, dengan mengingatnya saja seseorang telah mendapatkan ganjaran karena inilah yang diperintahkan oleh suri tauladan kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
*)dinukil oleh Mujahid Aslam,S.Pd.I dari tulisan Ustadz Muhammad Abduh Tausikal,S.T.M.Sc. hafidzahullah dengan judul : “Kematian yang Kembali Menyadarkan Kita”
Saudaraku,
Kematian adalah sesuatu yang pasti. Setiap manusia akan
mengalaminya. Tidak ada seorang pun yang bisa hidup abadi. Ini sudah menjadi
takdir atau ketetapan Allah subhanahu wa ta’ala. Allah ta’la berfirman :
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ ۗ وَإِنَّمَا تُوَفَّوْنَ
أُجُورَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۖ فَمَنْ زُحْزِحَ عَنِ النَّارِ وَأُدْخِلَ
الْجَنَّةَ فَقَدْ فَازَ ۗ وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
“Setiap jiwa pasti akan megalami kematian. Dan
sesungguhnya pada hari kiamat sajalah balasan atas pahalamu akan disempurnakan,
barangsiapa yang dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka
sungguh dia telah beruntung (sukses)”. (QS. Ali Imbron : 185)
Namun walaupun kematian itu bersifat pasti, tidak ada
seorangpun yang tahu kapan dan dimana dia akan mati. Karena hal itu adalah
termasuk perkara ghaib/rahasia yang hanya diketahui oleh Allah subhanahu wa
ta’ala saja. Allah berfirman :
إِنَّ ٱللَّهَ عِندَهُۥ عِلْمُ ٱلسَّاعَةِ وَيُنَزِّلُ ٱلْغَيْثَ
وَيَعْلَمُ مَا فِى ٱلْأَرْحَامِ ۖ وَمَا تَدْرِى نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًا ۖ
وَمَا تَدْرِى نَفْسٌۢ بِأَىِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌۢ
“Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah
pengetahuan tentang Hari Kiamat; dan Dialah Yang menurunkan hujan, dan
mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui
(dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tiada seorangpun yang
dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Karena kematianitu bersifat pasti dan ghaib waktunya maka
kita diperintahkan oleh Rosulullah ﷺ untuk banyak
mengingatnya dan mempersiapkan diri untuk menghadapinya.
Di dalam sebuah hadits, Rosulullah ﷺ bersabda :
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَاذِمِ اللَّذَّاتِ
“Perbanyaklah
banyak mengingat pemutus kelezatan” (HR. An Nasai no. 1824, Tirmidzi no 2307
dan ibnu majah no 4258 dan ahmad 2:292. Hadits ini hasan sahih menurut Syaikh
Al Albani)
Kemudian di dalam hadits yang lain juga disebutkan :
عَنِ ابْنِ عُمَرَ أَنَّهُ قَالَ : كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله
عليه وسلم- فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ -صلى
الله عليه وسلم- ثُمَّ قَالَ : يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ
قَالَ : « أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا ». قَالَ فَأَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ :
« أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا
أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ ».
Dari
Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam, lalu seorang Anshor mendatangi beliau, ia memberi salam dan
bertanya, “Wahai Rasulullah, mukmin manakah yang paling baik?” Beliau bersabda,
“Yang paling baik akhlaknya.” “Lalu mukmin manakah yang paling cerdas?”,
ia kembali bertanya. Beliau bersabda, “Yang paling banyak mengingat kematian
dan yang paling baik dalam mempersiapkan diri untuk alam berikutnya, itulah
mereka yang paling cerdas.” (HR. Ibnu Majah no. 4259. Hasan kata Syaikh Al
Albani).
Faedah
banyak mengingat kematian adalah sebagai berikut :
[1] Mengingat kematian adalah termasuk ibadah tersendiri, dengan mengingatnya saja seseorang telah mendapatkan ganjaran karena inilah yang diperintahkan oleh suri tauladan kita, Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
[2] Mengingat kematian membantu kita dalam khusyu’ dalam
shalat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
اذكرِ الموتَ فى صلاتِك فإنَّ الرجلَ إذا
ذكر الموتَ فى صلاتِهِ فَحَرِىٌّ أن يحسنَ صلاتَه وصلِّ صلاةَ رجلٍ لا يظن أنه
يصلى صلاةً غيرَها وإياك وكلَّ أمرٍ يعتذرُ منه
“Ingatlah
kematian dalam shalatmu karena jika seseorang mengingat mati dalam shalatnya,
maka ia akan memperbagus shalatnya. Shalatlah seperti shalat orang yang tidak
menyangka bahwa ia masih punya kesempatan melakukan shalat yang lainnya.
Hati-hatilah dengan perkara yang kelak malah engkau meminta udzur (meralatnya)
(karena tidak bisa memenuhinya).” (HR. Ad Dailami dalam musnad Al Firdaus.
Hadits ini hasan sebagaimana kata Syaikh Al Albani)
[3] Mengingat kematian
menjadikan seseorang semakin mempersiapkan diri untuk berjumpa dengan Allah.
Karena barangsiapa mengetahui bahwa ia akan menjadi mayit kelak, ia pasti akan
berjumpa dengan Allah. Jika tahu bahwa ia akan berjumpa Allah kelak padahal ia
akan ditanya tentang amalnya didunia, maka ia pasti akan mempersiapkan jawaban.
[4] Mengingat kematian akan membuat seseorang
memperbaiki hidupnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أكثروا ذكر هَاذِمِ اللَّذَّاتِ فإنه ما
ذكره أحد فى ضيق من العيش إلا وسعه عليه ولا فى سعة إلا ضيقه عليه
“Perbanyaklah
banyak mengingat pemutus kelezatan (yaitu kematian) karena jika seseorang
mengingatnya saat kehidupannya sempit, maka ia akan merasa lapang dan jika
seseorang mengingatnya saat kehiupannya lapang, maka ia tidak akan tertipu
dengan dunia (sehingga lalai akan akhirat).” (HR. Ibnu Hibban dan Al
Baihaqi, dinyatakan hasan oleh Syaikh Al Albani).
[5] Mengingat kematian
membuat kita tidak berlaku zholim. Allah Ta’ala berfirman,
أَلَا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ
مَبْعُوثُونَ
“Tidaklah
orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan.”
(QS. Al Muthoffifin: 4).
Ayat
ini dimaksudkan untuk orang-orang yang berlaku zholim dengan berbuat curang
ketika menakar. Seandainya mereka tahu bahwa besok ada hari berbangkit dan akan
dihisab satu per satu, tentu mereka tidak akan berbuat zholim seperti itu.
Yang menakjubkan pula dari Ar Robi’ bin
Khutsaim …
Ia pernah menggali kubur di rumahnya. Jika
dirinya dalam kotor (penuh dosa), ia bergegas memasuki lubang tersebut,
berbaring dan berdiam di sana. Lalu ia membaca firman Allah Ta’ala,
رَبِّ ارْجِعُونِ لَعَلِّي أَعْمَلُ
صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ
“(Ketika datang kematian pada
seseorang, lalu ia berkata): Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia) agar aku
berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.” (QS. Al
Mu’minuun: 99-100). Ia pun terus mengulanginya dan ia berkata pada dirinya, “Wahai
Robi’, mungkinkah engkau kembali (jika telah mati)! Beramallah …”
*) Kajian di Masjid Utsman
bin Affan Purbalingga
*)dinukil oleh Mujahid Aslam,S.Pd.I dari tulisan Ustadz Muhammad Abduh Tausikal,S.T.M.Sc. hafidzahullah dengan judul : “Kematian yang Kembali Menyadarkan Kita”
Post a Comment