IKUTI

BALDATUN THAYYIBATUN WA RABBUN GHAFUR



Ringkasan Kajian
Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur

Syaikh Prof. DR. Ibrahim Ar Ruhaili

Setelah memuji Allah, bersyahadat dan bersholawat kepada Nabi ﷺ, beliau bersyukur kepada Allah yang telah memudahkan mempertemukan beliau dengan jamaah di masjid ini, dipertemukan dalam kesamaan iman dan aqidah yang merupakan nikmat terbesar bagi manusia.

Berbicara tentang "Baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur", maka kita mengingat firman Allah :


لَقَدْ كَانَ لِسَبَإٍ فِي مَسْكَنِهِمْ آيَةٌ ۖ جَنَّتَانِ عَنْ يَمِينٍ وَشِمَالٍ ۖ كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ ۚ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ

"Sungguh, bagi kaum Saba’ ada tanda (kebesaran Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri, (kepada mereka dikatakan), “Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik (nyaman) sedang (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun.”
[Surat Saba' 15]


Dan sebaik-baik tema adalah mengambilnya dari Al Qur'an, sebagaimana Rasulullah telah berwasiat kepada kita bahwa beliau tidak beliau meninggalkan dua hal, yang barang siapa berpegang teguh kepadanya maka tidak akan tersesat selamanya, yakni Al Qur'an dan Sunnah beliau


Al Qur'an tidak akan bisa dipahami makna dan hukum-hukumnya, kecuali dengan mentadaburinya. Dan dalam mentadaburi ayat, maka tidaklah dengan memahami sepotong demi sepotong ayat saja. Akan tetapi mentadaburi ayat adalah dengan memahami konteks ayat tersebut, dengan melihat ayat sebelum dan sesudahnya.

Oleh karena itu, sebelum mengetahui makna baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur, maka perlu mempelajari ayat tersebut dari awal. Dimana ayat ini bercerita tentang kaum saba' yang telah Allah beri nikmat yang sangat banyak, diantaranya lahan pertanian yang sangat luas. Saba' adalah kaum yang tinggal di negeri Yaman, sebagaimana jawaban Rasulullah ketika ditanya salah seorang sahabat tentang Saba'. Kemudian beliau menjawab bahwa saba' adalah nama seorang laki-laki Arab yang memiliki 10 anak, dan 6 orang menyebar ke Yaman dan 4 orang menyebar ke Syam.
Dalam ayat ini, khususnya pada kalimat "maskanihim", beliau menjelaskan ada 2 qiraah yakni dalam bentuk mufrod (maskan) dan bentuk jama' (masakin).

Pada ayat ini terdapat hujah bahwa Allah memiliki ayat (tanda/bukti yang nyata) yang berupa ayat kauniyah qaddariyah yang berupa makhluk-makhluk ciptaan Allah (alam semesta) sebagai bukti atas kekuasaan Allah. Dan ayat yang lainnya adalah ayat syar'iyah, yakni ayat-ayat yang diambil dari firman Allah seperti Al Qur'an, Taurat, Injil dan kitab lainnya yang difirmankan secara langsung oleh Allah dan bukan makhluk. Dan kisah kaum saba' termasuk pada salah satu ayat kauniyah Allah.

Kemudian pada ayat ini, Allah menjelaskan apa  yang terjadi pada kaum saba'. Tanda-tanda kekuasaan Allah pada kaum saba' antara lain :
- Dua Kebun
Secara bahasa, kalimat "jannah" asalnya adalah sesuatu yang tidak terlihat, pun demikian dengan kebun dikarenakan saking rimbunnya sehingga tidak terlihat. Sebagaimana kalimat "jin". Berkata Imam Athbarai dan para ahli tafsir, bahwa pada kaum saba' memiliki 2 lahan pertanian baik di sebelah kiri atau kanan mereka.

Kemudian Allah berfirman "makanlah dari rizki yang Allah berikan kepada kalian" berupa buah-buahan, lalu memerintahkan untuk "bersyukur kepada Allah" baru kemudian Allah berfirman tentang baldatun thayyibatun warabbun ghafur

Kemudian beberapa renungan yang bisa diambil dari ayat ini, diantaranya :
🔰 Firman Allah bahwa terdapat ayat pada kaum saba'.
Ibnu Mas'ud pernah berkata, bahwa "tidak ada satu ayat pun dalam Al Qur'an kecuali aku ingin memahaminya"

Dan sebelumnya sudah dijelaskan tentang 2 ayat Allah, yakni ayat kauniyah dan ayat syar'iyah. Dimana perbedaan keduanya adalah bahwa ayat kauniyah adalah makhluk, sedangkan ayat syar'iyah bukanlah makhluk.
Dalam ayat lainnya, Allah juga menjelaskan tentang ayat-ayat kauniyah :
Allah ﷻ berfirman :

وَمِنْ آيَاتِهِ اللَّيْلُ وَالنَّهَارُ وَالشَّمْسُ وَالْقَمَرُ ۚ لَا تَسْجُدُوا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوا لِلَّهِ الَّذِي خَلَقَهُنَّ إِنْ كُنْتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ

"Dan sebagian dari tanda-tanda kebesaran-Nya ialah malam, siang, mata-hari dan bulan. Janganlah bersujud kepada matahari dan jangan (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya."
[Surat Fussilat 37]

Dalam ayat diatas, Allah menjelaskan bahwa ketika menjumpai ayat-ayat kauniyah maka kewajiban manusia adalah mentafakurinya

Sementara berbicara tentang ayat syar'iyah (firman Allah), Allah berfirman :

 الر ۚ كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمَّ فُصِّلَتْ مِنْ لَدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ

"Alif Lam Ra. (Inilah) Kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi kemudian dijelaskan secara terperinci, (yang diturunkan) dari sisi (Allah) Yang Mahabijaksana, Maha teliti"
[Surat Hud 1]

Dan kewajiban manusia ketika menjumpai ayat syar'iyah Allah adalah mentadaburinya

🔰Renungan yang kedua, yakni diambil dari kalimat "dua kebun baik di sebelah kanan maupun di sebelah kiri".
Allah menjelaskan bahwa adanya perkebunan ini adalah nikmat Allah yang sangat besar, sehingga mereka bisa memetik sayur mayur, buah-buahan yang bisa memberi 2 manfaat baik secara gizi (asupan) maupun secara kelezatan.
Keadaan ini dapat dijumpai di negeri Indonesia, dimana hal ini memiliki konsekuensi untuk mensyukurinya.

🔰Renungan yang ketiga, adalah pada kalimat "makanlah dari rizki rabb kalian (Allah)"
Ungkapan ini pada asalnya ditujukan kepada kaum saba', dimana Allah telah memberi banyak kenikmatan kepada kaum saba'. Selain itu, pada kalimat ini menunjukkan bahwa buah-buahan, sayur mayur adalah berasal dari Allah. Buktinya, betapa banyak manusia menanam pepohonan namun tidak tumbuh dan berbuah, sementara bayak buah yang tumbuh dari pepohonan yang tidaj pernah ditanam manusia. Dan perintah makan ini adalah perintah yang mubah untuk rizki yang baik-baik saja, karena ada buah dan tanaman maupun binatang-binatang yang Allah ciptakan akan tetapi tidak baik bagi manusia.

🔰Renungan yang keempat, adalah pada kalimat "dan bersyukurlah kepada Allah"
Mengapa kita diperintahkan bersyukur kepada Allah, karena Allah yang memberikan rizki kepada kita. Dan cara bersyukur kepada Allah adalah dengan mentaatiNya, beribadah kepadaNya, mentauhidkanNya dan tidak menyekutukanNya.
Allah berfirman :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ * الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ ۖ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

"Wahai manusia! Sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang sebelum kamu, agar kamu bertakwa. Dialah) yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dialah yang menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia hasilkan dengan (hujan) itu buah-buahan sebagai rezeki untukmu. Karena itu janganlah kamu mengadakan tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kamu mengetahui".
[Surat Al-Baqarah 21 - 22]

Maka para ulama membagi syukur itu menjadi 3, yakni :
- Bersyukur dengan hati, maksudnya adalah dengan meyakini bahwa nikmat yang kita rasakan adalah dari Allah.
- Bersyukur dengan anggota tubuh, yakni menggunakan nikmat-nikmat Allah untuk ketaatan kepada Allah dan sesuatu yang dicintai Allah.
- Bersyukur dengan lisan, yang salah satunya mengucapkan "alhamdulillah" disaat kita mendapatkan nikmat.
Maka para ulama menjelaskan, bahwa alat yang digunakan untuk mengikat nkkmat Allah adalah dengan bersyukur. Oleh karenanya, jangan pernah merasa sudah final (maksimal) dalam kita bersyukur, bahkan setekun apapun ibadah dan ketaatan kita kepada Allah. Dikarenakan kita bisa beribadah dan taat kepada Allah juga merupakan nikmat Allah.

🔰Renungan yang kelima, pada kalimat "baldatun thayyibatun"
Baldatun bermakna negeri, sementara thayyibatun bermakna baik atau bagus.
Para ahli tafsir diantaranya Imam Ath-thabari, menyebutkan kebaikan pada negeri saba', yakni :
- Dilihat pada tanahnya yang sangat subur.
- Keajaiban yang ada di negeri itu, dimana di negeri itu tidak ada lalat, nyamuk, kutu, ulat, ular maupun kalajengking.
- Keajaiban lainnya adalah ketika kaum saba' memasuki kebunnya dengan keranjang-keranjang mereka, maka keranjang mereka sudah penuh ketika mereka keluar dari kebun tanpa harus memetiknya.
Dan ini baru kebun di dunia, lalu bagaimana nikmatnya kebun-kebun di surga.
Allah ﷻ berfirman :

فِي جَنَّةٍ عَالِيَةٍ * قُطُوفُهَا دَانِيَةٌ
dalam surga yang tinggi, buah-buahannya dekat,[Surat Al-Haqqah 22 - 23]

Sebagian ada yang mengatakan bahwa ayat ini membahas tentang negeri saba', maka ayat ini tidak berlaku di negeri lain seperti di Indonesia. Maka jawaban atas hal ini adalah dengan melihat sifat-sifat pada sesuatu untuk kemudian kita cari kesamaan keadaan di sebuah tempat dengan sifat-sifat itu. Sebagai contoh, tentang kesuburan, keamanan, buah-buahan yang gampang dipetik, tidaklah tersebar hama dan hewan buas yang banyak pada negeri saba' yang juga ada di Indonesia. Dan pada akhirnya, Allah ingin menunjukkan akhir dari negeri saba' yang sangat subur itu dihancurkan Allah hanya dengan tikus.

Allah berfirman :

فَأَعْرَضُوا فَأَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ سَيْلَ الْعَرِمِ وَبَدَّلْنَاهُمْ بِجَنَّتَيْهِمْ جَنَّتَيْنِ ذَوَاتَيْ أُكُلٍ خَمْطٍ وَأَثْلٍ وَشَيْءٍ مِنْ سِدْرٍ قَلِيلٍ

"Tetapi mereka berpaling, maka Kami kirim kepada mereka banjir yang besar dan Kami ganti kedua kebun mereka dengan dua kebun yang ditumbuhi (pohon-pohon) yang berbuah pahit, pohon Asl dan sedikit pohon Sidr."
[Surat Saba' 16]

Oleh karena itu, ayat ini juga berlaku bagi kita yang tinggal di negeri ini, Indonesia.

🔰Renungan yang keenam, adalah pada kalimat "wa rabbun ghafur"
Rabb adalah pencipta, pemberi rizki, dan pengatur alam semesta. Sedangkan ghafur adalah yang maha mengampuni dan maha memaafkan. Mungkin ada yang bertanya, mengapa ayat ini tidak ditutup dengan nama dan sifat Allah yang lainnya seperti ArRazaq, ArRahim atau selainnya. Maka para ulama menjelaskan, bahwa semaksimal apapun upaya manusia untuk bersyukur maka tidak akan mampu untuk bersyukur secara sempurna kepada Allah, sehingga hendaknya manusia mengingat bahwa Allah itu adalah dzat yang maha pengampun. Dan ampunan Allah ta'ala adalah induk dari nikmat Allah.
Dan begitu banyak nikmat Allah yang diberikan kepada kita, bukan dikarenakan ketekunan, ketaatan kita kepada Allah atau karena tauhid kita, melainkan karena Allah yang maha pengampun. Dimana sebesar apapun dosa yang dilakukan manusia, Allah selalu menunggu taubat dari hamba-hambaNya. Oleh karenanya, janganlah pernah bosan untuk taat, beribadah dan bertauhid kepada Allah.


والله أعلم بالصواب

Masjid Agung Sleman, YK, 18 Rabiuts Tsani 1440H
✍ Al Faqir Ibnu Achmadi

Download Audio Kajian : Baldatun Thayyibatun wa robbun ghoffur


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.